Jember Terkini - Selama lebih dari 25 tahun, Jember pernah memiliki status sebagai Kota Administratif. Namun, tuntutan otonomi daerah, perseteruan antara Wali Kota Administratif dan Bupati Jember, serta kurangnya dukungan masyarakat menyebabkan Kota Administratif Jember kembali dilebur ke dalam Kabupaten Jember dan tidak menjadi wilayah otonom yang terpisah.
Sejarah Pembentukan Jember
Pada tahun 1817-1883, Jember hanya merupakan distrik dari Afdeeling Bondowoso. Karena perkembangan signifikan di wilayah ini, pada tahun 1883, Jember dimekarkan menjadi afdeeling tersendiri, terpisah dari Bondowoso.
Perkembangan yang pesat terus berlanjut, hingga pada 1 Januari 1929, status Jember ditingkatkan menjadi regenschap, setara dengan kabupaten dengan status lebih tinggi, berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1950, nama Regenschap Jember diubah menjadi Kabupaten Jember yang berpusat di Kecamatan Jember.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1976, wilayah Kecamatan Jember dihapus dan dibentuk tiga kecamatan baru, yaitu Kaliwates, Patrang, dan Sumbersari, yang kemudian membentuk Kota Administratif Jember.
Namun, sesuai UU Nomor 22 Tahun 1999, sejak 1 Januari 2001, Kota Administratif Jember resmi dihapus.
Perseteruan Pemimpin Daerah
Wali Kota Administratif bertanggung jawab kepada Bupati, berbeda dengan Wali Kota Madya yang bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Provinsi dan memiliki dewan rakyat sendiri.
Ketidakpuasan pemerintah Kota Administratif Jember terhadap kegagalan kenaikan statusnya menjadi daerah otonom memicu konflik. Bupati Jember menarik kembali banyak lembaga kedinasan dari Kotif Jember ke Kabupaten Jember, yang berdampak pada terbengkalainya pelayanan umum di kota.
Konflik ini berlanjut ke PTUN di Surabaya, namun tanpa dukungan dari Kemendagri dan DPRD Jember, Pemerintah Kota Administratif Jember resmi dihapus pada tahun 2001.
Dukungan Masyarakat
Masyarakat Jember tidak sepenuhnya mendukung pemisahan wilayah Jember kota dari Kabupaten Jember karena dikhawatirkan akan menghambat perkembangan keduanya.
Kabupaten Jember berisiko kehilangan ibu kotanya, sementara Kota Jember mungkin mengalami kesulitan pendapatan asli daerah (PAD) yang kecil tanpa penopang pemasukan dari area kabupaten.
Kekhawatiran ini terbukti dengan contoh daerah seperti Pasuruan, Probolinggo, dan Blitar yang tidak berkembang pesat setelah pemisahan.
Sebaliknya, Purwokerto yang tetap menjadi bagian dari kabupaten terus berkembang.
Wacana Pemekaran Kembali
Pada tahun 2012, wacana pemisahan kembali wilayah Kota Jember muncul, dibahas oleh DPRD Kabupaten Jember.
Ketua Fraksi Demokrat, Suprapto, mengusulkan pemisahan ini berdasarkan kemajuan Jember yang semakin pesat untuk pemerataan APBD.
Wilayah Kota Jember diusulkan mencakup tiga kecamatan eks-Kotif Jember dan Kecamatan Ajung, yang memiliki pembangunan objek vital seperti bandara dan stadion.
Namun, hingga kini wacana tersebut belum terwujud karena kurangnya dukungan dari masyarakat.***