![]() |
Ikustrasi: Apa itu rohana dan Rojali. /dok. Ist |
Jember Terkini - Belakangan ini, jagat media sosial di Indonesia tengah diramaikan oleh istilah baru: rohana dan rojali. Kedua istilah ini kerap muncul di tengah perbincangan warganet mengenai kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat yang disebut-sebut mengalami penurunan.
Meski terdengar seperti nama orang, sebenarnya rohana dan rojali adalah akronim yang menggambarkan kebiasaan sebagian masyarakat ketika berkunjung ke pusat perbelanjaan. Lantas, apa arti dari kedua istilah ini? Yuk, kita kupas satu per satu.
Apa yang Dimaksud dengan Rohana?
Rohana merupakan singkatan dari “rombongan hanya nanya”. Istilah ini diberikan pada sekelompok orang yang gemar masuk ke toko di pusat perbelanjaan, menanyakan harga atau detail produk, tetapi akhirnya tidak melakukan pembelian sama sekali.
Sekilas, kebiasaan ini terlihat biasa saja. Namun, maraknya perilaku rohana di berbagai mal bisa menjadi cerminan bahwa kepadatan pengunjung tidak selalu berbanding lurus dengan tingginya transaksi. Dengan kata lain, pusat belanja tampak ramai, tetapi perputaran uang di dalamnya belum tentu besar.
Lalu, Apa Itu Rojali?
Tak hanya rohana, muncul pula istilah rojali yang merupakan singkatan dari “rombongan jarang beli”. Jika rohana fokus pada mereka yang hanya bertanya, rojali menggambarkan kelompok pengunjung yang lebih suka jalan-jalan, bersantai, atau sekadar mengambil foto tanpa banyak berbelanja.
Aktivitas mereka biasanya meliputi melihat-lihat etalase, membandingkan harga dengan toko online, mencoba tester produk, hingga membuat konten untuk media sosial. Bahkan, sebagian hanya duduk di food court sambil berbincang, tanpa melakukan transaksi sama sekali.
Dari sudut pandang pengusaha, perilaku rojali ini jelas kurang menguntungkan karena tidak menambah pemasukan, meski tidak ada yang salah secara sosial dari kegiatan tersebut.
Pertanda Menurunnya Daya Beli?
Kemunculan rohana dan rojali memunculkan pertanyaan besar: apakah ini menjadi bukti bahwa daya beli masyarakat menurun?
Sebagian pihak menganggap fenomena ini sebagai sinyal peringatan bagi perekonomian. Hal ini terlihat dari sejumlah laporan yang menunjukkan penurunan penjualan di beberapa sektor. Namun, ada juga yang menilai bahwa ini hanyalah perubahan perilaku konsumen di era digital, di mana banyak orang memilih membeli barang secara online ketimbang langsung di toko.
Selain itu, tujuan orang datang ke mal juga telah bergeser. Jika dulu mal menjadi tempat utama untuk memenuhi kebutuhan fisik melalui belanja, kini fungsinya lebih banyak sebagai sarana rekreasi, hiburan, dan healing dari rutinitas.
Nah, itulah sekilas fenomena rohana dan rojali yang tengah viral. Jadi, apakah kamu termasuk salah satu dari dua “rombongan” ini ketika berkunjung ke mal?