![]() |
Dispendukcapil Jember. /dok. jemberterkini.id |
Warga Kabupaten Jember belakangan ini semakin sering mengeluhkan lambannya pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil).
Tak jarang, untuk sekadar mengurus e-KTP, KK, atau akta kelahiran, warga harus datang sejak pagi hari dan tetap saja harus menunggu berjam-jam.
Pertanyaannya kemudian muncul: "Dalam sehari, mending kerja atau nunggu antrian di Dispendukcapil?"
Menunggu Seharian Adalah Waktu yang Terbuang?
Untuk sebagian besar masyarakat, khususnya pekerja harian lepas, pedagang, atau buruh, waktu sangat berharga. Kehilangan satu hari kerja bisa berarti kehilangan pemasukan penting bagi keluarga.
Ketika mereka harus menunggu dari pagi hingga sore untuk mengurus satu dokumen administrasi, itu bukan sekadar persoalan teknis birokrasi, itu adalah masalah keadilan sosial.
Di sisi lain, sebagian orang menganggap pengurusan dokumen kependudukan sebagai investasi jangka panjang.
Tanpa KTP atau KK, akses ke layanan pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, dan keuangan bisa terganggu.
Tapi pertanyaannya, apakah benar harus semahal itu "biaya waktu" untuk mendapatkan dokumen yang menjadi hak dasar setiap warga negara?
Apa yang Salah dengan Sistem?
Kalau dilihat dari menumpuknya kendaraan yang parkir di halaman Dispenduk Jember, bisa dari pagi sampai siang, full, bahkan terkadang sampai ke ruas Jalan Jawa, Jember.
Menelisik kedalam, kadang kita melihat carut marut muka warga yang kusam, menunggu antrian dari pagi hingga menjelang sore, mengantri menunggu berharap dapat apa yang sudah jadi haknya.
Apakah karena SDM di Dispendukcapil Jember kurang banyak? atau kurang profesional? masyarakat mungkin bisa menilai sendiri.
Melihat sistem manual yang dijalankan, apakah kurang optimal? Kita rasa, benar. Maka solusinya bisa kita alihkan ke sistem online.
Namun mirisnya, sistem online pun tak membuat semuanya jadi mudah. Terkadang aplikasi J-SIP tidak dapat diakses, bahkan terkadang maintenance (yang statusnya hampir setiap hari).
Entah benar sedang ada perawatan atau tidak, tapi begitulah tampilannya saat Kita ingin login kedalam aplikasi J-SIP.
Tapi, jika memang sistem online tidak ada masalah (perbaikan), maka sejatinya masyarakatlah yang harus paham bagaimana cara penggunaan layanan aplikasi J-SIP. Sudah pahamkah mereka? jangan sampai kurangnya sosialisasi untuk layanan online tidak dijalankan. Aneh.
Lantas, Bagaimana Respons Pemerintah?
Beberapa kali pihak Dispendukcapil Kabupaten Jember memang memberikan klarifikasi atau menyatakan akan memperbaiki sistem.
Namun realitanya di lapangan sering kali tidak sejalan. Warga tetap harus berdesakan, menunggu dengan ketidakpastian, dan bahkan kadang-kadang pulang tanpa hasil.
Jika pemerintah daerah sungguh-sungguh ingin memperbaiki citra pelayanan publik, seharusnya ada reformasi sistem yang nyata dan terukur. Misalnya:
- Penerapan sistem antrian online
- Penambahan jam layanan atau hari layanan khusus di hari libur
- Mobile Dispendukcapil yang datang ke desa-desa
- Integrasi layanan digital melalui aplikasi daerah
Solusi dari Masyarakat: Menuntut atau Terlibat Aktif?
Salah satu tantangan terbesar dalam perbaikan pelayanan publik adalah minimnya partisipasi warga dalam menyuarakan keluhan secara resmi.
Banyak yang memilih pasrah dan menganggap "memang beginilah birokrasi di Indonesia." Namun jika terus dibiarkan, perubahan tak akan pernah terjadi.
Warga perlu lebih aktif:
- Menyampaikan keluhan ke media sosial resmi Dispendukcapil
- Melaporkan ke ombudsman daerah
- Berpartisipasi dalam forum warga atau Musrenbang lokal
Mana yang Layak Diperjuangkan
Mengurus dokumen kependudukan adalah hak warga, bukan "mohon bantuan." Karena itu, warga tidak seharusnya merasa berhutang budi ketika pelayanan berjalan cepat. Justru sebaliknya, aparatur negara wajib memberi layanan cepat, tepat, dan ramah karena itulah amanat dari reformasi birokrasi.
Jadi, kembali ke pertanyaan awal: Sehari mending kerja atau nunggu antrian?
Idealnya, tidak harus memilih salah satu. Pelayanan publik yang baik harus membuat warga bisa tetap bekerja tanpa harus kehilangan hak administratifnya. Itulah esensi pelayanan yang berpihak pada rakyat.
Opini: DW
Jember, 19 Mei 2025