JemberTerkini.ID - Kalender Jawa Weton adalah sistem penanggalan tradisional yang digunakan oleh masyarakat Jawa untuk menentukan berbagai aspek kehidupan, seperti hari baik pernikahan, karakter seseorang, hingga ramalan nasib.
Sistem ini menggabungkan hari dalam seminggu dengan lima hari pasaran Jawa, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon.
Setiap kombinasi hari dan pasaran memiliki makna dan nilai tertentu yang dipercaya mempengaruhi kehidupan seseorang.
Sejarah Singkat Kalender Jawa Weton
Kalender Jawa Weton merupakan hasil akulturasi antara budaya Hindu, Islam, dan tradisi Jawa.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan Mataram pada abad ke-17, terjadi perubahan sistem penanggalan dari kalender Saka yang berbasis matahari ke kalender Jawa yang menggabungkan sistem lunar Islam dan elemen lokal.
Perubahan ini bertujuan untuk menyatukan masyarakat Jawa yang beragam kepercayaannya.
Struktur Kalender Jawa Weton
Kalender Jawa memiliki struktur unik yang terdiri dari beberapa komponen utama:
1. Hari dan Pasaran
Dalam kalender Jawa, terdapat siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari seperti pada kalender Masehi: Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu.
Selain itu, terdapat juga siklus lima hari yang disebut pasaran: Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon.
Kombinasi antara hari dan pasaran inilah yang disebut sebagai weton. Misalnya, Senin Legi, Rabu Pahing, atau Jumat Kliwon.
2. Neptu
Setiap hari dan pasaran memiliki nilai numerik yang disebut neptu.
Nilai neptu digunakan dalam berbagai perhitungan tradisional Jawa, seperti menentukan hari baik untuk pernikahan atau memulai usaha.
Berikut adalah tabel nilai neptu untuk hari dan pasaran:
Neptu Hari:
- Senin: 4
- Selasa: 3
- Rabu: 7
- Kamis: 8
- Jumat: 6
- Sabtu: 9
- Minggu: 5
Neptu Pasaran:
- Legi: 5
- Pahing: 9
- Pon: 7
- Wage: 4
- Kliwon: 8
Sebagai contoh, seseorang yang lahir pada Senin Legi memiliki neptu 4 (Senin) + 5 (Legi) = 9.
Cara Menghitung Weton
Untuk mengetahui weton seseorang, diperlukan informasi tentang hari lahir dan pasaran pada tanggal tersebut. Berikut adalah langkah-langkah untuk menghitung weton:
Menentukan Hari Lahir:
- Gunakan kalender Masehi untuk mengetahui hari lahir (Senin hingga Minggu).
Menentukan Pasaran:
- Gunakan kalender Jawa atau alat bantu online untuk mengetahui pasaran pada tanggal lahir tersebut.
Menjumlahkan Neptu:
- Setelah mengetahui hari dan pasaran, jumlahkan nilai neptu keduanya untuk mendapatkan total neptu.
Misalnya, jika seseorang lahir pada 1 Januari 2025, hari tersebut jatuh pada Rabu Pon. Neptu untuk Rabu adalah 7 dan untuk Pon adalah 7, sehingga total neptunya adalah 14.
Fungsi dan Penggunaan Weton dalam Kehidupan Masyarakat Jawa
Weton memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa, antara lain:
1. Menentukan Hari Baik
Masyarakat Jawa menggunakan weton untuk menentukan hari baik dalam melaksanakan berbagai kegiatan penting, seperti pernikahan, pindah rumah, atau memulai usaha.
Perhitungan ini didasarkan pada penjumlahan neptu dari weton kedua calon mempelai atau hari yang dipilih.
Hasil penjumlahan tersebut kemudian dicocokkan dengan rumus tertentu untuk menentukan kecocokan atau keberuntungan.
2. Meramal Sifat dan Nasib
Selain menentukan hari baik, weton juga digunakan untuk meramal sifat, karakter, dan nasib seseorang. Setiap kombinasi hari dan pasaran diyakini memiliki makna tersendiri yang mencerminkan kepribadian dan potensi masa depan individu tersebut.
3. Menilai Kecocokan Jodoh
Dalam tradisi Jawa, weton digunakan untuk menilai kecocokan antara dua individu yang akan menikah.
Perhitungan ini melibatkan penjumlahan neptu dari weton masing-masing pasangan, kemudian hasilnya dianalisis untuk melihat apakah mereka cocok atau tidak.
Meskipun demikian, kepercayaan ini bersifat tradisional dan tidak mutlak.
Pandangan Islam terhadap Penggunaan Weton
Dalam perspektif Islam, mempercayai ramalan atau menentukan nasib berdasarkan perhitungan tertentu seperti weton dapat dianggap sebagai bentuk syirik atau menyekutukan Allah.
Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas kehendak Allah, dan manusia tidak memiliki kemampuan untuk meramal masa depan. Oleh karena itu, umat Islam diingatkan untuk berhati-hati***