TpMlGUr8GSM9GpOiTSM6TSO0TY==

Bank Mandiri Tegaskan Komitmen Keberlanjutan dan Mendorong Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi di Bawah Kepemimpinan Alexandra Askandar

 

Alexandra Askandar Wadirut Bank Mandiri.

JemberTerkini - Jakarta, 18 Juli 2024 - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (“Bank Mandiri”) terus menunjukkan komitmennya dalam memimpin inisiatif keberlanjutan, mempercepat kesadaran dan aksi ramah lingkungan, serta mempromosikan pemberdayaan keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (“DEI”). 

Di bawah kepemimpinan Alexandra Askandar, Wakil Direktur Utama yang mengawasi implementasi Environmental, Social, and Governance (ESG) di Bank Mandiri, Perseroan berkontribusi tidak hanya mendorong pertumbuhan finansial, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi lingkungan dan masyarakat. 

Sebagai Green Market Leader dengan pangsa pasar lebih dari 30% di Indonesia, Bank Mandiri telah menyalurkan Sustainable Financing sebesar Rp264 triliun hingga bulan Maret 2024, dengan porsi pembiayaan hijau Rp130 triliun yang meningkat sebesar 19% dibandingkan tahun sebelumnya, didominasi oleh sektor energi terbarukan, pengelolaan SDA Hayati & penggunaan lahan berkelanjutan, serta bangunan ramah lingkungan. 

Mengusung visi “Becoming Indonesia's Sustainability Champion for a Better Future”, strategi ESG Bank Mandiri terdiri dari tiga pilar, yaitu Sustainable Banking, Sustainable Operation, dan Sustainability beyond banking, dengan delapan inisiatif utama dalam framework keberlanjutan.

Alexandra Askandar, Wakil Direktur Utama Bank Mandiri mengatakan, “Bank Mandiri berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emissions (“NZE”) operasional pada tahun 2030, dan financing pada tahun 2060 atau lebih awal, sejalan dengan target pemerintah Indonesia.

Kami sangat percaya bahwa nasabah memiliki peran yang sangat penting dalam perjalanan keberlanjutan kami. 

Secara internal, kami telah membangun fondasi yang kuat untuk ESG, menunjukkan komitmen yang kuat, meluncurkan berbagai inisiatif, mengintegrasikan prinsip ESG ke dalam core business perusahaan, dan tentu saja bekerja sama dengan nasabah kami sebagai salah satu pemangku kepentingan paling krusial dalam perjalanan ESG yang panjang ini.”

Pada tahun 2022, Bank Mandiri mendirikan unit ESG di bawah pengawasan Alexandra yang berfungsi sebagai control tower untuk memastikan implementasi aspek ESG ke dalam bisnis dan operasional. 

Tujuan utama Perseroan adalah memastikan inisiatif ESG dapat diimplementasikan juga untuk nasabah sambil menyeimbangkan risiko dan peluang secara efektif.

Dalam melibatkan nasabah, Bank Mandiri telah mengembangkan ESG Desk dalam unit Corporate Banking dengan dua fungsi utama, yaitu Client Center yang menawarkan solusi keuangan berkelanjutan yang inovatif, termasuk Green/Social Loan, Sustainability Linked Loan (SLL), Corporate-in-Transition Financing, dan ESG Advisory, serta Incubator for Expertise guna membangun keahlian, dengan membentuk pondasi yang kuat terutama bagi para Relationship Manager untuk berinteraksi secara efektif dengan klien.

Bersama dengan ESG Desk, Bank Mandiri telah banyak menyelenggarakan Forum Group Discussion (FGD), workshop, seminar untuk klien seperti PLN Group, Pertamina Group, Semen Indonesia Group, Sinarmas Group, dan klien korporat besar lainnya. 

Bank Mandiri juga mengadakan banyak pelatihan dan workshop secara internal, yang bertujuan agar semua Relationship Manager dapat secara aktif mengimplementasikan isu ESG dalam diskusi harian mereka dengan klien, dibandingkan 3 tahun yang lalu dimana fokus diskusi masih pada aspek bisnis seperti sumber pembayaran dan struktur kredit. 

Namun, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi Perseroan dalam mendukung target Indonesia menuju ekonomi rendah karbon, khususnya dalam mempromosikan investasi iklim. 

Tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah menyeimbangkan antara peluang dan kepatuhan regulasi dalam pembiayaan iklim, di mana investasi iklim seringkali dianggap mahal meskipun manfaat jangka panjangnya nyata. 

Tidak semua pemangku kepentingan menganggap hal tersebut sebagai prioritas, karena kepentingan bisnis tetap menjadi perhatian utama bagi pelaku industri dan juga bank komersial. Akibatnya, saat ini inisiatif iklim di Indonesia sebagian besar masih bersifat sukarela.

“Salah satu dukungan yang dibutuhkan adalah kebijakan kuat yang dapat menjadi pemicu utama untuk mendorong pembiayaan iklim. Penting untuk membuat perihal ini lebih menarik bagi semua pihak melalui mekanisme insentif dan pengurangan biaya untuk mendorong semua pihak bergerak menuju praktik bisnis yang lebih hijau, seperti insentif proyek hijau atau pajak karbon. Sebagai salah satu key drivers, kami telah melihat mekanisme pajak karbon dapat menjadi dukungan untuk meningkatkan permintaan pembiayaan hijau. Mekanisme ini memberikan konsekuensi finansial tertentu bagi bisnis yang menghasilkan emisi tinggi dan insentif bagi bisnis yang beralih menuju praktik berkelanjutan. Sinergi antara penetapan pajak karbon dan pembiayaan hijau memainkan peran penting untuk mempercepat transisi global menuju ekonomi rendah karbon,” Alexandra menambahkan.

“Kita bisa melihat contohnya dari negara-negara di Asia Tenggara, seperti Singapura, yang memperkenalkan pajak karbon pada tahun 2019 dan memiliki berbagai kebijakan serta insentif terkait Green Investment. Mereka telah menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik, dengan memiliki porsi investasi hijau yang relatif besar di Asia Tenggara atau lebih dari 20% total investasi hijau di antara tahun 2020 sampai dengan 2023. Di Indonesia, saya sangat optimistis dan perkembangannya juga baik. Meskipun kebijakan pajak karbon masih dalam tahap pengembangan, regulator telah melakukan uji coba Sistem Perdagangan Emisi (ETS) di Sektor Energi dan memulai perdagangan karbon di bursa karbon pada tahun 2023. Sekali lagi, menyeimbangkan antara peluang dan kepatuhan regulasi adalah hal yang krusial. Kami percaya bahwa beralih dari partisipasi voluntary menjadi mandatory dapat meningkatkan dampak kolektif kami dan memperkuat upaya keberlanjutan kami.” pungkas Alexandra.

Di sisi lain, Alexandra juga melihat pentingnya peningkatan kesadaran dan promosi tindakan ramah lingkungan di segmen ritel, terutama di kalangan individu, memerlukan pendekatan yang komprehensif dan edukatif. 

“Potensi besar terlihat terutama dari generasi Z dan Alpha, yang semakin sadar akan pentingnya keberlanjutan, bahkan beberapa sekolah sudah memiliki kurikulum tentang aspek ini. Oleh karena itu, agar tetap relevan dalam jangka panjang, industri perbankan perlu meng-upgrade produk keuangan berkelanjutan, jika tidak, kita bisa ditinggalkan. Sebagai individu, ini juga menginspirasi saya untuk berproses dalam upaya sekecil apa pun, dimulai dari aktivitas di rumah, seperti memilah sampah, menggunakan produk eco-friendly, dan peralatan elektronik hemat energi. Collective action yang kecil ini bisa menjadi besar bila dilakukan oleh banyak individu,” tambahnya.

"Selain berkarir di Bank Mandiri, saya juga seorang ibu. Ketika kita bicara tentang keberlanjutan, ini erat kaitannya dengan masa depan generasi mendatang, termasuk anak-anak saya. Sebagai ibu, saya merasa bertanggung jawab memastikan dunia yang kita wariskan lebih baik, sehat, dan berkelanjutan. Saya ingin anak-anak saya tumbuh di dunia yang tidak hanya makmur secara ekonomi, tetapi juga berwawasan lingkungan dan sosial. Saya bersyukur dapat mempengaruhi kebijakan dan inisiatif untuk membawa perubahan positif, dengan mengintegrasikan prinsip ESG dalam operasional dan strategi Bank Mandiri guna membantu mencapai tujuan bisnis jangka panjang dan memberi kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan. Dengan keterlibatan semua pihak, Bank Mandiri dapat mewujudkan visi keberlanjutan dan membawa perubahan berarti bagi generasi mendatang," lanjut Alexandra.

Alexandra juga menyoroti pentingnya pemberdayaan wanita di Bank Mandiri melalui berbagai program dan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender dan inklusi. 

Bank Mandiri mempromosikan kesetaraan gender dan memberikan hak yang sama kepada semua pegawai, dengan mendorong inklusivitas melalui program seperti Mandiri Women Leader, program mentoring dalam rangka career development, serta fasilitas ruang laktasi dan daycare. 

Alexandra percaya bahwa pemberdayaan perempuan bukan hanya tentang memberikan kesempatan, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan yang mendukung dari mulai infrastruktur dan fasilitas. 

Menurutnya, perempuan memiliki tanggung jawab besar baik di kantor maupun di rumah, oleh karena itu, penting bagi untuk memastikan mereka merasa dihargai dan didengarkan.

Dalam upaya menciptakan lingkungan bisnis yang lebih berkelanjutan dan masa depan yang lebih baik, Alexandra menutup dengan menyatakan, 

"Saya melihat pentingnya upaya kolaboratif di antara semua pihak untuk mengembangkan serangkaian kebijakan inisiatif iklim yang komprehensif. Kebijakan ini harus didefinisikan dengan jelas dan diharmonisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan yang sama, mendorong pertumbuhan pembiayaan iklim, dan menghasilkan dampak signifikan," tutupnya.*** (ADV)

Konten berikut adalah iklan otomatis yang ditampilkan oleh Advernative. JemberTerkini.ID tidak terkait dengan materi konten ini.